Senin, 28 Mei 2012

BANGSA YANG RAMAH BERUBAH MENJADI BANGSA YANG PEMARAH


BANGSA YANG RAMAH BERUBAH MENJADI BANGSA YANG PEMARAH


TAHUN 2012 INI INDONESIA SEPERTI NEGARA YANG TIDAK MEMPUNYAI LANDASAN DAN PEDOMAN , KENAPA ?????????????
KARENA BANGSA INDONESIA GAMPANG SEKALI TERPENGARUH OLEH OMONGAN YANG MENURUT MEREKA BURUK PADAHAL KITA INI BANGSA YANG PALING TERKENAL DI DUNIA SEBAGAI NEGARA YANG PALING RAMAH NAMUN SEKARANG BERUBAH MENJADI NEGARA YANG PEMARAH

CONTOHNYA KARENA PERBEDAAN AGAMA , KARENA AGAMA MERUPAKAN MASALAH YANG SANGAT SENSITIF MAKA KITA JIKA INGIN MENYELESAIKANNYA DENGAN KEPALA YANG DINGI DAN TENANG TIDAK DENGAN ANARKIS BEGITU MISALNYA MEMBAKAR ATAU MENYEGEL TEMPAT IBADAH  MEREKA KARENA ITU MELANGGAR HAK ASASI UNTUK BERAGAMA DI NEGARA INDONESIA INI

SAMA HALNYA DENGAN AGAMA , CONTOH LAINNYA ADALAH BERKUNJUNGNYA ORANG ASING KE NEGARA KITA ENTAH ITU UNTUK BERINVESTASI ATAU HANYA UNTUK JALAN – JALAN DI NEGARA KITA  PADAHAL DENGAN DATANGNYA MEREKA KE NEGARA KITA ITU AKAN MENAMBAH DEVISA UNTUK NEGARA KITA SENDIRI

OELH SEBAB ITU SEHARUSNYA NEGARA KITA ITU MENGHORMATI HAK DAN KEWAJIBAN NEGARANYA SENDIRI , DI BANDING HARUS MARAH – DAM MENYELESAIKAN LEBIH BAIK KITA MENGGUNAKAN TENAGA KITA UNTUK MELAKUKAN HAL – HAL YANG BERGUNA

SEMOGA NANTINYA BANGSA INI MENJADI BANGSA YANG LEBIH SABAR DAN LEBIH BERPIKIR POSITIF

Rabu, 16 Mei 2012

faktor - faktor penyebab kerususuhan dan tindakan kriminal di indonesia dan bagaiman cara mengatasinya

penyebabnya adalah :
1. karena manusia gampang di provokasi
2.tidak teralalu percaya pada pemerintah
3. dan terlalu percaya diri

cara mengatasinya adalah dengan selalu menjalani hidup dengan benar

peraturan tentang ke imigrasian


peraturan-peraturan tentang keimigrasian

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO.9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN
Presiden Republik Indonesia,
Menimbang:
A.     bahwa pengaturan keimigrasian yang meliputi lalu lintas orang masuk atau ke
luar wilayah Indonesia merupakan hak dan wewenang Negara Republik
Indonesia serta merupakan salah satu perwujudan dari kedaulatannya sebagai
negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
B.    bahwa dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional yang berwawasan
Nusantara dan dengan semakin meningkatnya lalu lintas orang serta hubungan
antar bangsa dan negara diperlukan penyempurnaan pengaturan keimigrasian
yang dewasa ini diatur dalam berbagai bentuk peraturan perundang-undangan
yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan dan kebutuhan,
C.    bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas, dipandang perlu mengatur
ketentuan tentang keimigrasian dalam suatu Undang undang;
Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik
Indonesia (Lembaran Negara-Tahun 1958 Nomor 113, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 1647) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor
3 Tahun 1976 tentang Perubahan Pasal 18 Undang-undang Nomor 62 Tahun 1958
tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1976
Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3077);
3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran
Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209);
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG KEIMIGRASIAN.

KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Keimigrasian adalah hal ihwal lalu lintas orang yang masuk atau ke luar wilayah
Negara Republik Indonesia dan pengawasan orang asing di wilayah Negara
Republik Indonesia.
2. Wilayah Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat wilayah
Indonesia adalah seluruh wilayah Negara Republik Indonesia yang meliputi
darat, laut, dan udara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku,
3. Surat Perjalanan adalah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pejabat yang
berwenang dari suatu negara yang memuat identitas pemegangnya dan berlaku
untuk melakukan perjalanan antar negara.
4. Tempat Pemeriksaan Imigrasi adalah pelabuhan, bandar udara, atau tempattempat
lain yang ditetapkan oleh Menteri sebagai tempat masuk atau ke luar
wilayah Indonesia.
5. Menteri adalah Menteri yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi
bidang keimigrasian.
6. Orang Asing adalah orang bukan Warga Negara Republik Indonesia.
7. Visa untuk Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Visa adalah izin tertulis
yang diberikan oleh pejabat yang berwenang pada Perwakilan Republik
Indonesia atau di tempat lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah Republik
Indonesia yang memuat persetujuan bagi orang asing untuk masuk dan
melakukan perjalanan ke wilayah Indonesia.
8. Izin Masuk adalah izin yang diterakan pada Visa atau Surat Perjalanan orang
asing untuk memasuki wilayah Indonesia yang diberikan oleh Pejabat Imigrasi
di Tempat Pemeriksaan Imigrasi.
9. Izin Masuk Kembali adalah izin yang diterakan pada Surat Perjalanan orang
asing yang mempunyai izin tinggal di Indonesia untuk masuk kembali ke
wilayah Indonesia.
10. Tanda Bertolak adalah tanda tertentu yang diterakan oleh Pejabat Imigrasi di
Tempat Pemeriksaan Imigrasi dalam Surat Perjalanan setiap orang yang akan
meninggalkan wilayah Indonesia.
11. Alat Angkut adalah kapal laut, pesawat udara, atau sarana transportasi lainnya
yang lazim dipergunakan untuk mengangkut orang.
12. Pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap orang orang
tertentu untuk ke luar dari wilayah Indonesia berdasarkan alasan tertentu.
13. Penangkalan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap orang-orang
tertentu untuk masuk ke wilayah Indonesia berdasarkan alasan tertentu.
14. Tindakan Keimigrasian adalah tindakan administratif dalam bidang
keimigrasian di luar proses peradilan.
15. Karantina Imigrasi adalah tempat penampungan sementara bagi orang asing
yang dikenakan proses pengusiran atau deportasi atau tindakan keimigrasian
lainnya.
16. Pengusiran atau deportasi adalah tindakan mengeluarkan orang asing dari
wilayah Indonesia karena keberadaannya tidak dikehendaki.
Pasal 2
Setiap Warga Negara Indonesia berhak melakukan perjalanan ke luar atau masuk
wilayah Indonesia.





asas - asa untuk mentukan kewarganegaraan




1. Segi Kelahiran

Pada umumnya penentuan kewarganegaraan dilihat dari segi kelahiran seseorang. Seperti yang disebut diatas,ada dua macam asas kewarganegaran berdasarkan kelahiran, yaitu ius soli dan ius sanguinis. Kedua istilah ini berasal dari bahasa latin. Ius berarti hukum, dalil, atau pedoman. Sedangkan soli berasal dari kata solum yang berarti negeri, tanah atau daerah. Dengan demikian, ius soli berarti pedoman yang berdasarkan tempat atau daerah. Dalam kaitan dengan asas kewarganegaraan ini, ius soli berarti kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh tempat kelahirannya. Sementara itu sanguinis berasal dari kata sanguis yang berarti darah. Dengan demikian, ius sanguinis berarti pedoman yang berdasarkan darah atau keturunan. Dalam kaitannya dengan asas kewarganegaraan ini, ius sanguinis berarti kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh keturunannya atau orangtuanya[2].

Dalam praktik setiap Negara pada umumnya penggunaan asas ini dipergunakan secara simultan. Bedanya, ada Negara yang lebih menitikberatkan pada penggunaan ius sanguinis, dengan ius soli sebagai kekecualian. Sebaliknya, adapula Negara yang lebih menitikberatkan pada penggunaan ius soli, dengan ius sanguinis sebagai kekecualian. Penggunaan kedua asas ini secara simultan mempunyai tujuan agar status apatride atau tanpa kewarganegaraan (stateless) dapat terhindari[3]. Sebaliknya, karena pelbagai Negara menganut asas kewarganegaraan berdasarkan kelahiran yang berbeda-beda, dapat menimbulkan masalah bipatride atau dwi-kewarganegaraan bahkan multipatride. Contoh terjadinya bipatride karena asas berdasarkan kelahiran sebagai berikut, Negara A menganut asas ius sanguinis, sedangkan Negara B menganut asas ius soli. Maka setiap orang yang lahir di Negara B dari orangtua yang berkewarganegaraan A, akan mempunyai status baik sebagai warganegara B maupun warganegara A. ia memperoleh status warganegara A, karena ia keturunan warga Negara A. ia pun memperoleh status warga Negara B, karena ia lahir dinegara B.

2. Segi Perkawinan

Disamping dari sudut kelahiran, hukum kewarganegaraan juga mengenal dua asas yang erat kaitannya dengan masalah perkawinan, yaitu asas kesatuan hukum dan asas persamaan derajat. Suatu perkawinan dapat menyebabkan terjadinya perubahan status kewarganegaraan seseorang.

Asas kesatuan hukum bertolak dari hakikat suami-istri ataupun ikatan dalam keluarga. Keluarga merupakan inti masyarakat. Masyarakat akan sejahtera apabila didukung oleh keluarga-keluarga yang sehat dan tidak terpecah. Dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat suatu keluarga ataupun suami- istri yang baik perlu mencerminkan adanya suatu kesatuan yang bulat. Perlu adanya suatu kesatuan yang bulat. Guna mendukung terciptanya kesatuan dalam keluarga, para anggota keluarga harus tunduk pada hukum yang sama[4]. Kesatuan hukum yang sama ini mempermudah dalam permasalahan-permasalahan hukum seperti keperdataan, yaitu pengaturan harta kekayaan,status anak, dan lain-lain. Dengan kata lain, hal ini akan sangat mendukung terciptanya keharmonisan dan kesejahteraan dalam keluarga.

Selain asas ini adapula asas persamaan derajat yaitu bahwa suatu perkawinan tidak menyebabkan berubahnya status kewarganegaraan masing-masing pihak. Baik pihak suami maupun pihak istri tetap berkewarganegaraan asal. Kewarganegaraan mereka masing-masing tetap sama seperti sebelum perkawinan berlangsung[5]. Asas ini muncul akibat adanya emansipasi wanita yang mempersamakan derajatnya dengan laki-laki. Asas ini apabila dilihat dari aspek kepentingan nasional berguna untuk menghindari terjadinya penyelundupan hukum.

Seperti halnya penggunaan dua asas kewarganegaraan dari segi kelahiran, penggunaan asas kesatuan hukum dan persamaan derajat yang berlainan dapat menimbulkan status bipatride dan apatride juga.

Seperti yang telah diuraikan diatas, asas-asas dalam hukum kewarganegaraan baik dalam segi kelahiran maupun segi perkawinan semata-mata bertujuan untuk menentukan siapa yang menjadi warga Negara suatu Negara tanpa terjadinya apathride maupun Bipathride walau hal ini pasti akan terjadi karena perbedaan politik hukum kewarganegaraan setiap Negara tidak mungkin ada yang sama. Baik apatride maupun Bipatride merupakan hal yang tidak diinginkan oleh setiap Negara. Dengan apatride seseorang tidak akan mendapatkan kejelasan status hukum, sehingga ia tidak mempunyai kejelasan perlindungan hukum. Sedangkan apabila seseorang bipatride ada dua status hukum yang berlaku terhadap orang itu sehingga ada tumpang tindih hak dan kewajiban antara Negara yang satu dengan yang lainnya maupun hak dan kewajiban orang tersebut terhadap negaranya. Namun dalam perkembangan kewarganegaraan ganda (bipatride) ini mengalami pelunakan dengan alasan memberikan perlindungan terhadap orang tersebut yang berkaitan dengan hak asasinya. Perlunakan ini dapat diberikan terhadap anak-anak yang belum dewasa karena membutuhkan perlindungan yang lebih dari suatu Negara. Hal ini berkaitan dengan status anak tersebut terkait dengan orang tuanya yang terikat didalam suatu keluarga yang merupakan suatu kesatuan,sehingga tercapainya kesatuan hukum dalam keluarga termasuk juga status hukum anak tersebut.

Diposkan oleh heru pebriyanto di 10:45